
Ajudan Kapolri terlibat aksi fisik dengan Wartawan Berikan Klarifikasi
Jakarta | Arogansi Oknum APH akhirnya berujung minta maaf, sebuah insiden viral memperlihatkan Oknum ajudan Kapolri terlibat aksi fisik dengan seorang wartawan yang berusaha mendekati atasan tersebut. Kejadian ini memantik pro-kontra di publik, antara hak perlindungan pejabat dan kebebasan pers.
Menurut informasi yang beredar di berbagai media massa insiden terjadi saat Kapolri sedang berkunjung ke sebuah lokasi di Semarang Jawa Tengah, pada 04 Januari 2025. Seorang wartawan diduga mendekati secara agresif untuk meminta keterangan, memicu ajudan bereaksi dengan memberi tamparan. Video kejadian sempat beredar di media sosial sebelum dihapus.
Aksi mendorong-mendorong kepala, menyampaikan kata-kata ancaman kekerasan kepada wartawan, adalah melanggar Pasal 8 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
“Seharusnya ajudan Kapolri, yang notabene adalah polisi, menjadi pihak pelindung kerja-kerja kewartawanan, yang dijamin UU Pers. Bukan sebaliknya melakukan kekerasan, bahkan menghalangi kerja-kerja wartawan” Ungkap Salah Satu Awak Media.
RESPON POLRI.
1. Pernyataan Humas Polri – Melalui keterangan resmi, Polri mengakui adanya ketegangan antara ajudan dan wartawan, namun menegaskan bahwa tindakan fisik tersebut “tidak direncanakan dan terjadi secara spontan akibat situasi panas”.
2. Proses Mediasi– Pihak kepolisian menyatakan telah memediasi kedua belah pihak. “Kami meminta maaf dan menyelesaikan ini secara kekeluargaan”. kata juru bicara Polri.
3. Evaluasi Protokol – Polri mengklaim akan mengevaluasi prosedur pengawalan pejabat untuk menghindari ulangan insiden serupa.
REAKSI ORGANISASI WARTAWAN.
– Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam tindakan kekerasan tersebut, menyerukan agar Polri menghormati hak kerja jurnalis selama sesuai kode etik.
– Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) meminta Kapolri memberikan sanksi tegas terhadap ajudan yang terlibat.
ANALISIS.
Insiden ini menguak dilema antara keamanan pejabat tinggi dan kebebasan pers. Pakar komunikasi, Dr. Ahmad Syafiq, menyoroti perlunya “keseimbangan antara hak jurnalis dan protokol keamanan”. Ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan resmi tentang sanksi terhadap ajudan tersebut. Publik menunggu konferensi pers Kapolri untuk klarifikasi lebih lanjut (*)
(Red/Ags)
